Sabtu, 31 Maret 2012

Bukan hanya lebih dari sekadar tahayul



Kalo kita bisa melakukan hal yg sedikit berbeda,
atau mungkin belum pernah ada orang lain yg melakukannya.
itu akan menjadi pengalaman baru yg luar biasa
dimana kita bisa membawa pulang pengalaman itu kerumah, kedalam bentuk cerita yg pastinya akan menjadi sebuah kenangan, dan pada akhirnya kenangan itu akan menjadi hal yg tidak pernah terlupakan...



"Subhanallooh..maha suci engkau yaa ALLAH"......




trust me u luv this...
naz@aspirasi

Mistery Guest

Mereka diam..

"Sesekali mereka memandang tenggelam"...
satu, dua, tiga, empat terhitung bahkan berulangkali..Ada yang suka dan benci bahkan menjiji..Mereka pun teramat bagiku..namun kuhadapi itu..
Hingga tidak ada yang terluka dan melukai..Walau sebenarnya tak pasti menyakiti..



naz@ilusi

A Hasan (Ahmad Hasan/Hasan bandung)

Ahmad Hasan atau lebih dikenal dengan panggilan Hasan bandung (karena lama tinggal di Bandung), lahir pada 1887 di Singapura. Ayahnya bernama Ahmad, seorang pengarang dan wartawan terkenal di Singapura. Ibunya bernama Hajjah Muznah berasal dari Palekat (Madras) kelahiran Surabaya.
Ahmad Hasan dikenal sebagai ulama pembaharu. Pikiran-pikirannya sangat tajam dan kritis terutama dalam cara memahami nash (teks) Al-Qur’an maupun Hadits yang cenderung literalis. Walaupun dikenal sebagai pemuka dan guru besar Persatuan Islam (PERSIS) pendapat dan sikapnya terhadap takhayul, bid’ah dan churafat (TBC) bisa dikatakan sama persis dengan Muhammadiyah. Oleh karena itu, ada pula sebagian jamaah Muhammadiyah mengutip pendapat dari Ahmad Hasan, karena dianggap jelas dan tidak bertele-tele.

Keahliannya dalam bidang Hadits, Tafsir, Fiqih, Ushul Fiqih, Ilmu Kalam dan Mantiq, menjadikannya sebagai rujukan para penanya dan pemerhati kajian Islam dalam bebagai masalah. Koleksi bukunya sanagt banyak yang selalu dibaca, diteliti, bahkan mungkin dihapal olehnya.

Ahmad Hasan juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai prinsip berdiri tegak di atas kaki sendiri yang merupakan hasil pendidikan langsung dari orang tuanya. Artinya tidak pernah mengharapkan bantuan orang lain dan selalu berusaha dengan tangan sendiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Hal ini terlihat ketika Ahmad Hasan masih remaja, ia pernah menjadi buruh di toko kain, berdagang permata, minyak wangi, vulkanisir ban mobil, menjadi guru bahasa melayu, bahasa arab, guru agama, menulis opini dan karangan dalam majalah ataupun surat kabar, baik yang ada di Singapura dan Indonesia. Salah satu tulisannya yang dianggap kritis saat itu ialah kritikannya terhadap Tuan Kadli (Hakim Agama) yang memeriksa perkara dengan mengumpulkan tempat duduk pria dan wanita (ikhtilath). Saat itu merupakan tindakan yang dianggap luar biasa mengingat Kadli (Hakim Agama) memiliki kedudukan yang tinggi sehingga tidak ada yang mengkritiknya.

Pada tahun 1909, dalam usia yang masih relatif muda, Ahmad Hasan aktif menjadi asisten “Utusan Melayu”. Ia aktif memberi ceramah. Pidatonya tentang kemunduran umat Islam dianggap terlalu politis sehingga ia dilarang untuk berpidato di muka umum.

Pada tahun 1921, Ahmad Hasan pindah dari Singapura ke Surabaya. Di Surabaya ini awalnya ia berdagang tetapi mengalami kerugian dan kembali ke profesi awalnya sebagai tukang vulkanisir ban mobil. Sambil berwiraswasta, ia menjalin persahabatan dengan beberapa tokoh Syarikat Islam. Di antaranya, H.O.S. Cokroaminoto, A.M. Sangaji, H. Agus Salim dan lain-lain. Sambutan hangat ditujkukan kepada Ahmad Hasan karena kepiawaiannya dalam ilmu Agama dan jiwqa pejuang yang dimilikinya.

Ia juga pernah belajar tenun di Kediri, tetapi tidak memuaskannya, sehingga pada tahun 1925 ia pindah ke Bandung dan mendapat ijazah menenun di Kota Bandung. Di kota inilah ia berkenalan dengan saudagar-saudagar PERSIS, antara lain, Asyari, Tamim, Zamzam dan lain-lain. Dari perkenalan inilah Ahmad Hasan sering diundang untuk ceramah dan memebrikan pelajaran pada pengajian-pengajian jamaah PERSIS. Dengan metode dakwahnya dan kepribadiannya serta pengetahuannya yang luas, jamaah PERSIS tertarik dengan Ahmad Hasan sehingga ia dikukuhkan sebagai guru dan tokoh PERSIS. Hal inilah yang membuat ia membatalkan untuk kembali ke Surabaya.

Di Bandung selain aktif sebagai guru PERSIS, ia memberi kursus/private kepada pelajar-pelajar didikan Barat, bertabligh setiap minggu, menyusun berbagai karangan pada berbagai majalah.

Ahmad Hasan adalah ulama yang sangat produktif dalam menulis, adapun tulisannya adalah sebagai berikut: Tafsir Al-Furqan, Kitab Pengajaran Shalat (buku rujukan bagi jamaah PERSISdalam tata cara shalat), Tarjamah Bulughul Maram disertai catatan dari Ahmad Hasan, dan Kitab Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama.

Pemikiran Ahmad Hasan sering dianggap dengan suatu yang agresif, ekstrem, dan puritan, karena karakter pemahaman yang literalis. Hal ini sangat jelas dalam masalah yang berkaitan dengan ibadah, khususnya ibadah mahdlah, ia sama sekali menolak hal yang berbau bid’ah. Secara garis besar pokok-pokok pikrannya adalah sebagai berikut:

* Ijtihad harus merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits yang shahih saja. Implikasinya adalah terpinggirkannya fatwa ulama, terutama karena tidak diketahui rujukan nashnya atau bertentangan dengan nash. Kalaupun ada ulama yang dijadikan rujukan itu lebih karena pendapatnya dianggap sesuai dengan nash yang dapat dipertanggungjawabkan.
* Menentang taqlid (mengikuti pendapat tanpa mengetahui alasannya atau dalil) secara mutlak. Tetapi memperkenankan ittiba’, yaitu mengikuti suatu pendapat yang jelas dalilnya dan diakui kebenarannya.
* Memegang lafaz (kata) yang lebih jelas (zhahir) dalam menyimpulkan hukum.  Mirip dengan madzhab Dzahiry yang berpegang teguh pada zhahir nash dan menolak takwil.
* Kritik Hadits pada aspek redaksional (matan) dan periwayatan. Kritik yang dimaksud adalah hadits tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran sebagai rujukan utama, tidak boleh bertentangan dengan hadits-hadits mutawatir atau hadits-hadits yang lebih tinggi derajat keshahihannya. Sedangkan kritik pada periwayatan lebih pada kritik metode penukilan hadits dan kritik rawi (Naqd al-Rijal).
* Menolak Ijma’. Menurut penelitaiannya tidak ada satu pun ayat yang memerintahkan menerima ijma’. Ia berpendapat hanya hukum Allah dan Rasul-Nya saja yang bisa dijadikan  sumber hukum, sedangkan hukum buatan manusia, walaupun disepakati oleh semua orang tidak dapat dijadikan salah satu sumber hukum.
Tujuh Belas tahun lamanya ia tinggal di Bandung, menegakkan pemahamannya dan berjuang dengan segala kesungguhan hati hingga kepindahannya ke Bangil pada tahun 1941 bersama percetakannya untuk bekal hidup sebagaimana ia lakukan di Bandung untuk terus menulis buku mencetak dan menerbitkannya sendiri.

Di Bangil, ia mendirikan pesantren PERSIS di samping pesantren putri yang sampai kini dihuni oleh para santri dari berbagai tanah air. Pesantren tersebut dipimpin oleh putra sulungnya Abdul Qadir Hassan. Solidaritas sosial yang sangat tinggi dari sosok ulama ahli debat dan teguh pendirian ini menjadi kharisma tersendiri bagi orang-orang yang mengenalnya. Dia sangat memuliakan tamu dan pintunya selalu terbuka lebar bagi siapa saja yang mengunjunginya dengan sambutan yang hangat dan akrab dari tuan rumah.

Akhirnya ulama yang hati-hati dalam agama, kritikus ulung dan memiliki semboyan hidup “Tidak ada penghidupan yang lebih baik dari hidup mengikuti tuntunan agama dan berbuat baik kepada siapapun sekadar bisa dan penuh keikhlasan.” (Tamar Jaya, 1957). Ia berpulang ke rahmatullah pada tanggal 10 November 1958. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat kepadanya. (zar, pkesinteraktif.com)

Disarikan dari Ensklopedi Tokoh Muhammadiyah

Soekarno (Kekaguman pada Wahabi)

Kepada A. Hassan, Soekarno bercerita keinginannya membaca buku “Utusan Wahabi.” Ia juga bercerita telah menerjemahkan buku biografi Ibnu Saud. “Bukan main hebatnya ini biografi! Saya jarang menjumpai biografi yang begitu menarik hati,” ujar Bung Karno.
Sepucuk surat nun jauh dari tanah seberang dikirimkan kepada Tuan A. Hassan, guru utama Persatuan Islam (Persis). Sang pengirim bukanlah sembarang orang. Ia tokoh muda bangsa yang kala itu berada dalam pengasingan di Ende, Nusa Tenggara Timur. Soekarno, nama pengirim surat itu, tak lain adalah sosok yang kemudian hari menjadi  founding father dan presiden pertama Republik Indonesia. Soekarno sosok yang berapi-api, cerdas, dan ambisius.
Dari tanah pengasingan yang sepi, Soekarno berkirim surat kepada Tuan Hassan, begitu A. Hassan biasa disapa pada saat itu.  Bagi Soekarno, A. Hassan adalah sahabat sekaligus guru dalam mempelajari Islam. Ia mengagumi karya-karyanya, termasuk juga mengagumi cara pandangnya terhadap ajaran-ajaran Islam. Kepada Tuan Hassan, Soekarno berkirim kabar dan bercerita panjang lebar mengenai berbagai hal, di antaranya soal taklid, takhayul, kejumudan umat Islam, dan lain sebagainya. Ia juga menceritakan keinginannya untuk mendapatkan bahan-bahan bacaan Islam, terutama karya-karya A. Hassan. Di antara karya A. Hassan yang ingin sekali ia baca adalah buku berjudul, “Utusan Wahabi”.
Sepucuk surat itu ia tulis dengan ketulusan, sebagai berikut:
Endeh, 1 Desember 1934
Assalamu’alaikum,
Jikalau saudara memperkenankan, saya minta saudara mengasih hadiah kepada saya buku-buku yang tersebut berikut ini: Pengajaran Sholat, Utusan Wahabi, Al-Muctar, Debat Talqien. Al-Burhan Complete, Al-Jawahir.
Kemudian, jika saudara bersedia, saya minta sebuah risalah yang membicarakan soal “sajid” (kalangan sayyid atau habaib, red). Ini buat saya bandingkan dengan alasan-alasan saya sendiri tentang hal ini. Walaupun Islam zaman sekarang menghadapi soal yang beribu-ribu kali lebih besar dan lebih rumit dari pada soal “sajid” itu, tetapi toch menurut keyakinan saya, salah satu kejelasan Islam Zaman sekarang ini, ialah pengeramatan manusia yang menghampiri kemusyrikan itu. Alasaan-alasan kaum “sajid” misalnya, mereka punya “brosur kebenaran”, saya sudah baca, tetapi tidak bisa menyakinkan saya. Tersesatlah orang yang mengira, bahwa Islam mengenal satu “Aristokrasi Islam”. Tiada satu agama yang menghendaki kesamarataan lebih daripada Islam. Pengeramatan manusia itu adalah salah satu sebab yang mematahkan jiwa suatu agama dan umat, oleh karena pengeramatan manusia itu melanggar tauhid. Kalau tauhid rapuh, datanglah kebathilan!
Sebelum dan sesudahnya terima itu buku-buku yang saya tunggu-tunggu benar, saya mengucapkan terimakasih.
Wassalam,
Soekarno
Pada kesempatan lain, Soekarno juga berkirim kabar kepada A. Hassan, memohon agar guru Persatuan Islam (Persis) itu membantu perekonomian keluarganya, dengan membeli karya terjemahannya mengenai Ibnu Saud. Soekarno menceritakan kekagumannya kepada Ibnu Saud setelah menerjemahkan sebuah karya berbahasa Inggris mengenai sosok tersebut.
“Bagi saya buku ini bukan saja satu ikhtiar ekonomi, tetapi adalah pula satu pengakuan, satu confenssion. Ia menggambarkan Ibnu Saud dan Wahhabism begitu rupa, mengkobar-kobarkan elemen amal, perbuatan begitu rupa hingga banyak kaum ‘tafakur’ dan kaum pengeramat Husain cs (Syiah, pen) akan kehilangan akal nanti sama sekali,” tulisnya.
Kepada Tuan Hassan, ia menuliskan sebagai berikut:
Endeh, 12 Juli 1936
Assalamu’alaikum,
Saudara! Saudara punya kartu pos sudah saya terima dengan girang. Syukur kepada Allah SWT punya usul Tuan terima!.
Buat mengganjal saya punya rumah tangga yang kini kesempitan, saya punya onderstand dikurangi, padahal tadinya sudah sesak sekali buat mempelajari segala saya punya keperluan, maka sekarang saya lagi asyik mengerjakan terjemahan sebuah buku Inggris yang mentarikhkan Ibnu Saud. Bukan main hebatnya ini biografi! Saya jarang menjumpai biografi yang begitu menarik hati. Tebalnya buku Inggris itu, format Tuan punya tulisan “Al-Lisaan”, adalah 300 muka, terjemahan Indonesia akan menjadi 400 muka (halaman, pen). Saya saudara tolong carikan orang yang mau beli copy itu barangkali saudara sendiri ada uang buat membelinya? Tolonglah melonggarkan rumah tangga saya yang disempitkan korting itu.
Bagi saya buku ini bukan saja satu ikhtiar ekonomi, tetapi adalah pula satu pengakuan, satu confenssion. Ia menggambarkan Ibnu Saud dan Wahhabism begitu rupa, mengkobar-kobarkan elemen amal, perbuatan begitu rupa hingga banyak kaum ‘tafakur’ dan kaum pengeramat Husain c.s akan kehilangan akal nanti sama sekali. Dengan menjalin ini buku, adalah suatu confenssion bagi saya bahwa, walaupun tidak semua mufakat tentang system Saudisme yang juga masih banyak feudal itu, toch menghormati dan kagum kepada pribadinya itu yang “toring above all moslems of his time; an Immense man, tremendous, vital, dominant. A gian thrown up of the chaos and agrory of the desert, to rule, following the example of this great teacher , Mohammad”. Selagi menggoyangkan saya punya pena buat menterjemahkan biografi ini, jiwa saya ikut bergetar karena kagum kepada pribadi orang yang digambarkan. What a man! Mudah-mudahan saya mendapat taufik menjelaskan terjemahan ini dengan cara yang bagus dan tak kecewa. Dan mudah-mudahan nanti ini buku, dibaca oleh banyak orang Indonesia, agar bisa mendapat inspirasi daripadanya. Sebab, sesungguhnya buku ini penuh dengan inspirasi. Inspirasi bagi kita punya bangsa yang begitu muram dan kelam hati. Inspirasi bagi kaum muslimin yang belum mengerti betul-betul artinya perkataan “Sunah Nabi”, yang mengira, bahwa Sunah Nabi SAW itu hanya makan kurma di bulan puasa dan cela’ mata dan sorban saja !.
Saudara, please tolonglah. Terimakasih lahir-batin, dunia-akherat.
Wassalam,
Soekarno
Kepada A. Hassan, Soekarno juga bercerita mengenai ibu mertuanya yang telah meninggal dan kritik yang dialamatkan kepadanya karena ia dan keluarga tidak mengadakan acara tahlilan untuk almarhumah ibu mertuanya.
Dalam surat tertanggal  14 Desember 1935, Soekarno menulis:
“Kaum kolot di Endeh, di bawah ajaran beberapa orang Hadaramaut, belum tenteram juga membicarakan halnya tidak bikin ‘selamatan tahlil’ buat saya punya ibu mertua yang baru wafat itu, mereka berkata bahwa saya tidak ada kasihan dan cinta pada ibu mertua itu. Biarlah! Mereka tak tahu-menahu, bahwa saya dan saya punya istri, sedikitnya lima kali satu hari, memohonkan ampunan bagi ibu mertua itu kepada Allah. Moga-moga ibu mertua diampuni dosanya dan diterima iman Islamnya. Moga-moga Allah melimpahkan Rahmat-Nya dan Berkat-Nya…”
Begitulah cuplikan surat-surat Soekarno kepada sahabatnya, Tuan A. Hassan. Sahabatnya yang pada masa lalu mendapat stigma “Wahabi” dan dianggap membawa paham baru soal Islam. Unik memang persahabatan Soekarno dan A. Hassan. Karena pada masa selanjutnya, dua orang sahabat ini berbeda pandangan soal hubungan agama dan negara.
Meski sahabat karib, A. Hassan tak segan-segan mengkritik Soekarno yang begitu mengidolakan sekularisasi yang diusung oleh tokoh sekular Turki, Mustafa Kamal Attaturk. Bagi A. Hassan, Islam tak bisa dipisahkan dari urusan negara. Kritik A. Hassan terhadap paham sekular Soekarno bisa dilihat dalam buku “Islam dan Kebangsaan“, sebuah karya fenomenal A. Hassan yang mengkritisi kelompok nasionalis-sekular pada masa itu.
Toh, meski berbeda pandangan, ketika Soekarno di penjara di Bandung, Tuan Hassan dan para anggota Persatuan Islam tetap membesuknya sebagai sahabat. [voa-islam.com] Kamis, 01 Dec 2011
Demikian tulisan Artawijaya yang dimuat situs voaislam.com.
Berikut ini ada catatan nahimunkar.com:
Oleh-oleh Presiden Soekarno untuk A Hassan
Kitab suci (palsu) Tadzkirah yang sering ditenteng M Amin Djamaluddin ketua LPPI, menurut cerita dia, adalah oleh-oleh Soekarno atas pesanan A Hassan. Karena sebelum berangkat untuk berkunjung ke India, Presiden Soekarno menawari A Hassan, mau dibawakan oleh-oleh apa. Maka A Hassan minta dibelikan kitab suci (palsu) Ahmadiyah bernama Tadzkirah Wahyu Muqaddas, yang disebut sebagai kumpulan wahyu untuk nabi (palsu) Mirza Ghulam Ahmad.
Betapa dahsyatnya penghancuran aqidah Islam dalam kitab Tadzkirah itu, tidak dapat dianggap kecil sama sekali. Karena di dalamnya ada “wahyu” yang sangat sesat, jelas-jelas wahyu syetan. Bunyinya:
اَنْتَ مِنِّىْ وَاَناَ مِنْكَ
Engkau (Mirza Ghulam Ahmad) dari-KU (Allah) dan Aku darimu. (Tadzkirah, halaman 436).
Astaghfirullah… sebegitu sesatnya. Namun anehnya, orang-orang liberal bahkan ada yang julukannya kyai tokoh NU masih pula tidak malu membela Ahmadiyah. Ngawurnya A. Mustofa Bisri dalam Membela Ahmadiyah http://nahimunkar.com/49/ngawurnya-a-mustofa-bisri/)
Sesatnya kitab Tadzkirah itu dan rangkaiannya, dapat dibaca di buku Hartono Ahmad Jaiz berjudul Kyai kok Bergelimang Kemusyrikan, terbitan Saudi Arabia, dan terbitan Surabaya, Pustaka Nahi Munkar. (Pustaka Nahi Munkar Surabaya, 031 70595271, 5911584 atau 08123125427, dan Jakarta Toko Buku Fithrah 021 8655824, 71490693, HP. 081319510114).

Parasit Aqidah


Mukadimah

oleh A.D. El. Marzdedeq (Umar Sidik)
Agama-agama di muka bumi ini, menurut masa pertumbuhannya terbagi menjadi dua rumpun, yaitu:
1. Agama Wahyu (Samawi)
Ialah dien yang diturunkan Alloh, disampaikan dengan wahyu kepada Rosul-Nya melalui Jibril, untuk kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat. Agama ini ada yang tidak berlaku lagi dan sejak semula bersifat lokal, seperti agama yang diturunkan pada Bani Isroil. Pada umumnya agama wahyu ini sudah rusak karena ditumbuhi benalu, sehingga hilanglah pokok dan sebagian besar yang tertinggal hanyalah benalunya itu.
Contoh: Agama yang dibawa Nabi Musa ‘alayhi salam dengan Tauratnya dan agama yang dibawa Nabi Isa ‘alayhi salam dengan Injilnya. Adapun Islam yang dibawa Nabi Muhammad sholallohu ‘alayhi wasalam adalah agama untuk sepanjang zaman, berlaku untuk semua bangsa, berpokok pangkal pada kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rosul-Nya. Muhammad sholallohu ‘alayhi wasalam adalah Rosul terakhir dan tidak ada Nabi-Rosul sesudah itu.
Firman Alloh:
“Sesungguhnya agama yang diakui Alloh untuk kamu peluk hanyalah Islam.” (Q.S. Ali Imron:19)
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam dengan menyeluruh dan jangalah engkau menuruti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. Al Baqoroh: 208)
Sabda Nabi sholallohu ‘alayhi wasalam:“Setiap Nabi dikirimkan khusus untuk bangsanya, tetapi aku dikirimkan baik kepada bangsa berkulit merah ataupun hitam.” (Fiqhussunnah)
Firman Alloh:
“Tiadalah Aku utus engkau hai Muhammad, melainkan untuk rahmat sekalian alam.” (Q.S. Al Anbiya:107)
Dari Abu Huroiroh rodhliallohu ‘anhum, bersabda Nabi sholallohu ‘alayhi wasalam, “Tiap-tiap orang yang telah mendengar kenabianku baik Nasrani atau Yahudi, kemudian ia mati tidak masuk Islam, niscaya ahli neraka.” (H.R. Muslim)
2. Agama Thabi’i (kultaur, budaya)
Agama ini merupakan hasil budaya manusia. Sesungguhnya manusia itu dilahirkan dengan fitrah beragama. Ia ingin beribadat, tetapi karena berbagai jalan penyimpangan tumbuhlah suatu kepercayaan yang melahirkan suatu peribadatan tersendiri. Adakalanya karena dilahirkan oleh seorang yang berpengaruh, ajarannya itu berkembang lalu dibukukan menjadi sebuah kitab pegangan. Biasanya kitab ini berupa kumpulan mitos, nasihat, sifat-sifat ketuhanan, dan sebagainya.
Kitab itu biasanya ditulis setelah Sang Guru meninggal dan si penulis tidak mencantumkan namanya. Sebagian kitab-kitab agama thabi’i itu sendiri oleh Sang Guru. Contoh kitab-kitab agama thabi’i: Weda, Tripitaka, Zenda-awesta dan sebagainya.
Ada kemungkinan agama kultur berkitab itu semula tumbuh dari agama wahyu. Akibat terpengaruh bid’ah-bid’ah yang kian banyak agama itu berubah, kian lama kian jauh dari pangkalnya.Ahli sejarah perkembangan agama membagi agama kultur menjadi tiga tingkatan, yaitu:

A. Agama Primitif
Manusia Neanderthal yang diperkirakan hidup di antara 50-30 ribu S.M. telah mengenal upacara penguburan dan ritus-ritus lainnya yang menunjukan adanya kepercayaan tentang akhirat.Manusia purba ini bermukim di Shanindar Kurdistan dan Libanon. Mereka telah mengenal cara menaburkan bunga di kuburan dan mengenal sihir untuk berburu.
Agama primitive ini lahir karena dorongan fitrah manusia sendiri. Akan tetapi karena otaknya belum mampu memecahkan persoalan aneh yang merangsang alam pikirannya, timbullah perwujudan angan-anagan, berupa mitos yang melahirkan ritus-ritus tertentu.
Animisme
Mereka percaya bahwa roh itu bukan hanya menempati makhluk hidup tetapi juga benda-benda mati. Sehingga ruh itu terdapat dalam batu-batuan, pohon-pohon besar, tombak, kepala manusia yang dimumi, korwar, bukit-bukit, dan sebagainya.
Ada ruh alam dan ada roh dari lepasan seorang pahlawan, dukun atau kepala suku yang gagah berani.Karena adanya kepercayaan pada roh-roh dan hantu-hantu, timbullah pemujaan terhadap tempat dan benda yang dianggap dihuni roh atau hantu itu. Ada yang dipuja agar membalas kebaikan. Ada pula yang dipuja agar ruh atau hantu itu tidak mengganggu.
Agar terhindar dari kemarahan dari hantu dan roh-roh itu, timbulah berbagai macam pantang-tabu. Segala upaya ritus itu dipimpin seorang pendeta suku atau dukun. Pendeta suku atau dukun dianggap sakti karena mereka dianggap dapat langsung berhubungandengan roh nenek moyang.
Adakalanya mereka membujuk roh-roh alam dengan mengadakan penguburan hewan atau manusia yang dikubur hidup-hidup atau diambil kepalanya dalam pengayauan atau dilemparkan ke dalam kepundan gunung manakala sebuah gunung meletus. Mereka beranggapan bahwa jika ada bencana alam berarti roh-roh alam sedang marah.
Sisa-sisa animisme masa kini:Bendera kerajaan, tombak, keris dan gamelan dianggap mempunyai roh sehingga dipuja dan dinamakan datuk, kiai, tuan dan sebagainya. Wayang pun dianggap berjiwa sehingga diberi berbagai macam sajian.
Dinamisme
Pada dasarnya, pemujaannya hamper sama dengan Animisme. Menurut Dinamisme, setiap benda itu mempunyai kekuatan gaib. Karena sifatnya yang luar biasa, ada kekuatan besar, ada kekuatan kecil dan ada kekuatan besar serta istimewa, ada pula:
Orang cebol karena kecebolannya
Orang tua karena ketuaannya
Dukun karena kesaktiannya
Kerbau bulai karena kebulaiannya
Buaya putih karena langkanya
Pohon kerdil dan bengkok karena anehnya dan sebagainya
Gigi,ambut, kuku dianggap berkekuatan gaib, sehingga senjata dihiasi rambut, gigi, dan kuku musuh. Nafas dan ludah dukun berkekuatan gaib. Tatu dan cecah dianggap berkekuatan sebagai penangkal. Benda-benda aneh dianggap berkekuatan besar dan dijadikan benda sihir.Sisa-sisa dinamisme masa kini:
Azimat dianggap berkekuatan gaib sehingga disimpan di atas kendaraan atau ditaruh di atas pintu untuk menghindarkan diri dari gagngguan penyakit. Bergelang azimat, berkalung azimat atau bersabuk azimat, dan sebagainya. Orang Yunani percaya pada kekuatan gambar besi tapak kuda. Boneka kecil digantungkan di kaca “spion dalam” mobil, semula untuk menghindarkan diri dari gangguan hantu jalan.
Konon orang-orang Portugis dan Spanyol biasa menggambari layer kapalnya dengan gambar salib besar agar selamat dari gangguan hantu laut dan sebagainya. Kini sebagian umat Nasrani masih percaya kekuatan gaib pada salib. Sebagian kaum Sufi masih percaya kekuatan gaib tulisan Arab pada kulit yang dijadikan sabuk. Sebagian orang-orang besar masih percaya pada kekuatan gaib batu merah delima atau batu intan Koh-i-nur dan sebagainya.
Totemisme
Totemisme sesungguhnya masih bagian dari Animisme dan Dinamisme. Sebagian penganut Animisme dan Dinamisme percaya akan benda atau hewan yang melahirkan nenek moyang mereka.
Contoh:Orang Eskimo biasa makan daging beruang. Akan tetapi, mereka beranggapan bahwa nenek moyangnya berasal dari seekor beruang. Jika seseorang sudah tua renta, ia harus menyediakan dirinya menjadi mangsa beruang. Ia diantarkan sanak keluarganya ke padang salju untuk menanti beruang dating memangsanya.
Ada yang beranggapan bahwa manusia itu keturunan atau penjelmaan ikan lumba-lumba, harimau, buaya, dan sebagainya. Sebagian suku Indian beranggapan bahwa manusia itu berasal dari bulu burung elang, sehingga bulu burung elang dianggap berkekuatan gaib. Ada pula sebagian mereka beranggapan bahwa manusia itu berasal dari tongkat di waktu malam. Ada pula sebagian suku primitive beranggapan bahwa nenek moyangnya berasal dari akar-akaran, pohon sagu, kepiting, kelapa, dan sebagainya.
Totemisme perseorangan dinamakan Nagualisme (nagual dalam kepercayaan suku Indian ialah hewan yang erat bertautan dengan seseorang).Jika roh seseorang berpindah pada hewan tertentu, dinamakan Lycanthropi. Pada suku bangsa primitive terdapat patung-patung nenek moyang, adakalanya digambarkan berupa binatang totem.
B. Agama madya-pertengahan
Agama ini kebanyakan bersifat panteisme, politeisme ataupun monoteisme yang tidak murni. Agama madya kemungkinan berasal dari perkembangan agama primitive atau kemungkinan sebagian berasal dari agama wahyu yang telah jauh menyimpang. Pada umunya, agama madya sudah mempunyai kitab pegangan dan ritus-ritus yang teratur.
C. Agama Filsafat
Agama ini lahir dari filsafat seseorang yang diagamakan seperti, ajaran Fitagoras yang akhirnya menjelma menjadi semacam agama yang memegang teguh theosofi. Seorang filosof melukiskan tentang kekuasaan Tuhan Maha Pengatur. Seorang murid filosof itu mencoba untuk beribadat kepada Tuhan Maha Pengatur dengan kebijaksanaan sendiri.
Sebagian ajaran agama filsafat itu menjurus pada mistik tetapi dengan membawakan dalih-dalih yang menyerupai ilmiah.
Ada agama dan kepercayaan yang menamakan diri “Penganut Agama Damai” yang mengambil sari pati setiap agama. Ada pula agama buatan yang sengaja dibentuk untuk kepentingan suatu golongan.
Ada aliran Sikh yang bersari pati ajaran Hindu dan Sufi.
Ada gerakan persatuan Sun Moon yang didirikan oleh seorang pendeta kaya, Sun Moon, dari Korea, berkeinginan menyatukan seluruh agama. Ada agama Bahai yang didirikan oleh Abdulbaha di bawah bayang-banyang Masuniyah Yahudi, untuk mempersatukan seluruh agama dalam agama baru Bahai.
Ada Ahmadiah yang didirikan Mirza Ghulam Ahmad, membuat Islam tandingan. Ia mengaku menerima wahyu, penjelmaan Krisna, Isa, Mahdi dan Nabi Akhir Zaman. Dibuatnya buku-buku seperti Anjam Atham, Hakikatil Wahyu dan sebagainya yang berupa wahyu buatan, dan diduga erat kaitannya dengan Masuniyah Yahudi.
Islam melarang keras menyatukan ajaran yang hak dan yang batil.
Firman Alloh:
“Dan janganlah kamu asimilasikan haq dan batil dan kamu sembunyikan hak, padahal kamu mengetahuinya.” (Q.S. Al Baqoroh:42)
Sabda Rasululloh sholallohu ‘alayhi wasalam,
Segala bid’ah (tambahan-tambahan yang dibuat) itu sesat dan semua yang sesat itu di neraka.” (H.R. Muslim)
“Barangsiapa meniru cara suatu kaum, ia pun termasuk kaum itu.” (H.R. Ahmad-Abu Baud)
“Alloh menghijab taubat daripada tiap-tiap ahli bid’ah sehingga ia tinggalkan bid’ahnya.” (H.R. Thabrani)
“Tidaklah mengada-adakan suatu kaum akan suatu bid’ah, melainkan diangkatlah semisalnya itu dari pada sunnah, maka berpegang dengan sunnah itu jauh lebih baik daripada mengadakan bid’ah.” (H.R. Ahmad)
Dari Ibnu Abbas rodhliallohu ‘anhum, sesungguhnya Nabi sholallohu ‘alayhi wasalam telah bersabda, “Sesungguhnya manusia yang lebih membangkitkan kemurkaan Alloh itu ada tiga perkara, ’Bersengaja dalam haram, mengharap berlaku “Sunnah jahiliyah” dalam Islam, dan seorang tukang pencari darah seseorang dengan tiada sebenarnya untuk mengeluarkan darahnya itu.” (H.R. Bukhori)
Maka segala bid’ah yang berupa bid’ah dalam i’tikad dan perbuatan itu:




  • Merupakan sisa dari agama thabi’i.




  • Merupakan sisa dari bid’ah agama samawi yang terdahulu.
  • Ciptaan baru, karena dianggap baik atau sengaja dimasukkan melalui hadits-hadits palsu, dan sebagainya.
  • Dalam istilah, segala sisa-sisa yang berasal dari ajaran agam thabi’i dan sisa-sisa dari bid’ah agama samawi yang terdahulu dinamakan “Sunnah jahiliyah.”[]

    Kepercayaan pada Tu dan Yang


    Bila kita kaji akar kepercayaan asli penduduk Asia Timur, Asia Tenggara, Polinesia, Mikronesia sampai Amerika Latin, ternyata terdapat titik-titik persamaan yang membuat kita sampai pada kesimpulan bahwa pada masa dahulu mereka memeluk satu ajaran kepercayaan yang sama. Sebagai contoh: Di Korea terdapat kepercayaan pada harimau jadi-jadian, di Jawa dan Sumatera pun terdapat kepercayaan seperti itu. Di Jawa dan Sumatera ada dongeng tentang tujuh putri yang turun mandi ke danau; pakaian putri bungsu dicuri seorang pemuda, lalu ia kawin dengan pemuda itu; akhirnya, putri bungsu kembali ke khayangan setelah baju terbangnya ditemukan kembali. Dongeng ini tersebar di seluruh Asia Tenggara dan titik persamaannya terdapat pula di Asia Timur.
    Maka, diperkirakan pada tahun 5000 SM terdapat sebuah ajaran penyembahan kepada Tu dan Yang yang berpangkal di Asia Tengah dan mungkin dianut beberapa suku Mongoloid purba (nenek moyang orang Cina, Tibet, dan Jepang) dan berkemungkinan pada sekitar tahun 3500 SM telah dianut beberapa suku nenek moyang proto-Melayu yang masih menduduki beberapa daerah di China Selatan. Lalu karena terdesak suku Tsin (bukan wangsa Tsin) dan nenek moyang suku Haka, sampailah suku-suku proto-Melayu itu ke lembah Menam, Mekong, dan Irawadi. Terjadilah percampuran di Asia Tenggara antara suku-suku proto-Melayu dan suku China purba itu.
    Di antara keturunan suku campuran itu ialah bangsa Anam dan Siam (Thai). Pada tahun 2000 SM, sebagian suku-suku proto-Melayu itu tersebar ke arah Selatan memasuki kepulauan Indonesia dan Filipina. Adapula sebagian memasuki India, di antara keturunannya ialah suku Munda; mereka masuk ke India melalui Assam. Adapula sebagian suku-suku proto-Melayu itu yang menempuh pesisir China dan sebagian mereka bermukim di Korea lalu bercampur darah. Sebagian dari Korea itu bergeser ke Jepang dan bertemu rombongan dari Selatan. Dari kepulauan Indonesia sebagian suku-suku itu berlayar ke Selandia Baru dan sekitarnya, Polinesia, dan Mikronesia. Bahkan ada dugaan bahwa penduduk asli Amerika Latin adalah keturunan mereka yang diduga berasal dari Polinesia, karena mungkin disebabkan pengaruh arus laut mereka tersebar kembali ke arah Barat. Maka penyelidikan dalam hal seperti akar kata, akar kepercayaan, hiasan kepala, lukisan perisai, baju kutung, perahu cadik menunjukan titik persamaan.
    Ajaran agama Yang di China, Korea, dan Jepang kemudian dikitabkan. Akan tetapi di daerah seperti di Asia Tenggara dan Polinesia tidak dikitabkan, karena pada saat itu mereka belum mengenal tulisan.

    Ketuhanan Ajaran Asli Bangsa-Bangsa itu

    Penguasa sekalian alam itu dinamakan Tu yang bersifat Esa, tidak berawal dan tidak berakhir. Ia Mahabesar jika dibandingkan dengan alam terbesar dan Mahakecil jika dibandingkan dengan alam yang terkecil. Akan tetapi zat Tu itu memenuhi sekalian alam. Bila alam itu binasa, zat Tu itu kembali seperti semula.
    (A). Menurut Ajaran China
    Lao-Tzu (604 SM) yang berarti guru tua, dan bernama asli Piyan atau Pi Yang mengajarkan filsafat Tao yang terkumpul dalam buku Tao Te Ching. Menurut ajarannya:
    Dalam segala benda ada Tao, Tao sendiri bukan benda, dalam segala kejadian ada Tao. Jika suatu kejadian berakhir, Tao tetap kekal abadi. Ada dengan tiada tetap bertautan, tak pernah bercerai, sebermula terjadilah langit lalu bumi. Keduanya diam, keduanya sunyi.
    Ia Tao ada bersendiri dan tak pernah berubah.
    Berpusing dalam bulatan dan tak pernah tidak tetap.
    Pandanglan Tao itu sebagai ibu dunia.
    Siapakah namanya? Entahlah, ia hanya kusebut Tao.
    Orang memandangnya namun tak melihatnya, namanya Ie (sama). Orang mendengarnya namun tak menyimaknya (mendengarnya), namanya Hie (halus). Orang mencapainya namun tidak terpegangnya, namanya Wie (gaib).
    Jadi, Tao atau Tee atau Thian bersifat Ie, Hie, dan Wie.
    (B). Menurut Kung Fu-Tzu/Kong Hu Cu (551-479 SM)
    Seungguhnya Kung Fu-Tzu hanya sedikit mempersoalkan ketuhanan dan kebanyakan membicarakannya soal akhlak, seperti pepatahnya: “Taatilah ayah bunda dan pemerintahan!
    Dalam soal ketuhanan, ajaran Kung Fu-Tzu hampir sama dengan ajaran kepercayaan China lainnya, katanya: “Tao itu boleh dipikir dengan mengkaji alam dan kehidupan…Tao itu bersatu tetapi bercerai dengan alam.
    Diantara buku-bukunya adalah Lun Yu, Ta Hsueh, Chung Yung, Shu Ching, I Ching, Shih Ching, dan Ch’un Ch’iu.
    Lao-Tzu dan Kung Fu-Tzu dimitoskan orang. Lao-Tzu dianggap gaib dengan menunggang kerbau dan Kung Fu-Tzu dianggap gaib dengan menunggang Kielin. Kielin adalah sejenis binatang gaib dalam kepercayaan China yang berwujud serupa kuda, tetapi berkepala dan bersisik mirip naga, bertanduk mirip rusa, dan berkuku mirip singa.
    qingqilin.jpg
    Inti dari ajaran Kong Hu Cu:
    1.) Semula manusia hidup berbudi baik seperti Sing-budi langit. karena pergaulan buruk, Sing itu tersingkir.
    2.) Perihidup itu ada tiga, yaitu: perihidup perseorangan, perihidup kerumahtanggaan, dan perihidup kemasyarakatan (negara). Negara menjadi induk yang menuruti Sing-budi langit dan memelihara rakyatnya. semua rakyat itu bersaudara.
    3.) Semua harus memelihara kemurnian Sing-budi langit, pejabat harus berasaskan budi langit, bukan hanya keahlian serta kepandaian. Melepaskan Sing berarti hidup dalam kemungkaran dan kemungkaran menyebabkan kekacauan dan hilangnya keseimbangan.
    4.) Rakyat harus mentaati raja sebagai “induk” dan menghormati kaum bangsawan sebagai “kakak”. Hierarki penghormatan adalah: kaum bangsawan, ayah, saudara laki-laki, suami, dan teman.

    (C). Menurut Ajaran Mon dan Khmer
    Tu atau Tuh itu ada dan menyeluruh. Ia jauh tetapi dekat, ia bersatu tetapi berpisah.
    (D). Menurut Ajaran Melayu Purba
    Tu dinamakan pula Tuh (jika diberi imbuhan -an menjadi Tuhan). Tuh dinamakan pula Sangyang Tunggal yang hidup bersekutu dalam alam, tetapi ia bukan alam.
    (E). Dalam Ajaran Kaharingan
    Tu atau Toh itu roh alam, penguasa terbenam dan terbitnya matahari.

    (F). Dalam Ajaran Pendeta-Pendeta Polinesia
    Tak bergerak manusia bila tak hidup, tak mungkin hidup jika tak ada Iyo dan Iyo itulah Itoh, bapak segala kejadian.
    Orang Maori berpendapat: Jika selembar daun itu menjadi layu, setanda “Ora” daun itu, diambil oleh Toh. Ora adalah zat Toh, tersebar dalam benda-benda, tetapi benda-benda itu bukan Toh.
    (G). Dalam Ajaran Tahiti
    Sebelum ada apa-apa Toa sudah ada, dialah Toaroa. sebelum ada apa pun –ketika alam sunyi senyap– Toaroa berteriak sekeras mungkin sehingga dirinya melebur dengan akar-akaran, tumbuh-tumbuhan, batu, pasir, hewan, dan segala benda. Toaroa itulah pemanjang segala dahan-dahan. Dia adalah terang, dan ada di dalam yang tak terduga, di bawah, di atas di mana pun ia tetap ada dan kekal, dialah Toaroa pencipta Hawaii.
    (H). Dalam Ajaran Samiola
    Esang Etuh Emiso penjelmaan Tuhan langit yang melebur dirinya dalam alam. Ia dipengaruhi Tuh dalam dirinya. Ia melepaskan burung merpati sekitar Gunung Nunne Chaca. Karena bayangan burung merpati itu, sekitar gunung menjadi daratan dan menjelma menjadi sebuah pulau.
    Cerita semacam ini terdapat di Timor. Diceritakan bahwa manusia pertama diberi sepasang elang dan benang oleh Tuhan langit. Kaki elang itu diikatnya dan terbanglah sekitar Gunung Mutis yang dikelilingi laut, maka menjelmalah daratan dan terbentuklah Pulau Timor.
    (I). Dalam Ajaran Guatemala
    Kejadian langit pertama kali berasal dari Tou yang meleburkan dirinya dengan lipan bersayap yang diliputi hujan biru bernama Cucumatzh. Cucumatzh adalah hati dan roh langit. Ia bercampur baur dengan roh pusat, lalu berteriak keras-keras: “Hsart!“, terciptalah kabut gelap. Kemudian keadaan menjadi terang benderang, lalu terciptalah bumi, tumbuh-tumbuhan, dan hewan. Cucumatzh pun bergembira dan berkata: “Kedatanganku ini dianugerahi hati langit, zat Tou telah menjelma, usaha keras kita pun selesailah sudah.
    (J). Menurut Ajaran Asli Jepang
    To itulah pangkal kejadian. Bila kejadian itu berakhir, To tetap abadi dan jalan itu adalah jalan pada To (Sinto).
    (K). Menurut Ajaran Huna
    Dhy Thi menciptakan alam dari pancaran dirinya sehingga zatnya tersebar dalam segala benda.

    (L). Menurut Ajaran Beun
    Po Teuh telah melebur dirinya karena kerinduannya untuk menciptakan alam. Menurut ajaran Beum di Tibet: Toun hendak menciptakan alam, tetapi tak ada yang patut diberikan melainkan dirinya, maka Toun pun melebur dirinya dalam alam sambil berpesan: “Aku adalah engkau dan engkau adalah aku!” Di Korea, Toun dinamakan Teuh.
    (M). Kesimpulan
    Tuhan itu dinamakan Tao, Thian, Toaroa, Toh, Tuh, Thi, Tou, To, Teuh, dan segalanya yang berakar dari kata sama. Tuhan itu bersatu dengan alam, tetapi alam sendiri bukan Tuhan. Di Jawa, ajaran panteisme ini masih berbekas dalam Kejawen. Di luar Jawa terdapat dalam agama-agama lokal di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan agama lokal lainnya di Indonesia. Terdapat pula pada agama-agama lokal suku-suku terpencil di Birma dan Thailand, pada kepercayaan orang Yakun di Malaysia dan kepercayaan suku-suku terpencil lainnya di Asia Tenggara.
    Dalam buku “Fajar Kejadian” terbitan L.S.I. Yogya halaman 23, disebutkan: “Tuhan itu dituntut oleh sifat-sifatnya sendiri, karena belum ada apa-apa, Ia memberikan zat-zatnya sendiri, sehingga terciptalah alam.” (Bandingkan dengan sifat-sifat Tu)DEWA-DEWA

    SELAIN Tu atau Tuh, terdapat pula banyak dewa, tetapi derajatnya di ba­wah Tu atau Tuh. Dewa-dewa ini biasa disebut Yang atau Shan atau Hyang, Iyang, Yeng dan semacamnya. Di Jepang diberi pula gelar “kami”.
    Dewa yang tertinggi ialah Dewa Langit dan Dewa Bumi. Di China. Dewa langit ialah Yang, ia sebagai pemberi; ada di atas, berlambangkan merah dan bersifat jantan. Sebagian kepercayaan di China menamakannya pula Giok Tie; ia turun menjeIma mengorbankan dirinya untuk membendung sungai Huang Ho demi keseIamatan manusia. Dewi bumi ialah Yin atau Ying, ia sebagai penerima; ada di bawah, berlambangkan putih dan bersifat betina.
    Perkawinan itu bersifat pengembangan, segala sesuatu bersifat merah dan kematian itu kembali ke bumi, sehingga bersifat putih.
    Pada kepercayaan asli Siam, Dewa Langit-Bumi disebut Po Yang dan Mo Yang; pada suku Munda disebut Yhaam dan Yheem; dalam kepercayaan Melayu kuna disebut Poyang dan Moyang atau Ame dan Ine; dalam kepercayaan asli Kamboja disebut Poyang Ame dan Poyang Ine; dalan kepercayaan Sunda Kuna disebut Sunan Bapa dan Sunan Ambu. Giok Tie dalam kepercayaan China dan Sunan Ambu dalam kepercayaan Sunda Kuna dianggap berdiam di kahyangan tingkat sembilan.
    Kepercayaan tentang Tuhan langit dan Tuhan bumi ini tersebar Iuas di muka bumi ini.
    Dongeng-Dongeng
    Konon pasangan Yang-Yin itu beranak tujuh orang putra dan tujuh orang putri. Karena putri sulung panas hati pada Yang putra, ia turun mandi ber­sama para saudarinya ke sebuah danau yang sepi di bumi, menuruni jen­jang pelangi.
    Pada suatu ketika Yang putra sulung naik berahi pada ibu kandungnya sehingga ia diusir ke bumi. la menjadi calon penguasa di bumi dan belum mempunyai pasangan. Pada malam purnama raya, ia berpesiar ke tepi da­nau dan meIihat putri-putri langit tengah mandi. Lalu ia mencuri selembar baju-terbang putri itu, yang temyata milik putri bungsu. Ketika putri-putri lain terbang kembali ke kahyangan, putri bungsu menangis karena kehilan­gan baju terbangnya itu. Akhimya, putra sulung mengawininya hingga beranak cucu sebagai raja-raja bumi. Karena itulah, raja dianggap sebagai putera langit.
    Mitos ini tersebar di seluruh Asia Tenggara, China, Jepang, Korea, dan sekitamya. Di Sulawesi terkenal cerita Ogo Amas, di Jawa cerita Jaka Tarub, di Filipina cerita Poyaka, serta di Sumatera cerita Putri Tujuh. Di Jepang ada cerita Ha Goromo yang kehilangan baju terbangnya; ia menangis dan akhirnya terpaksa menyerah dikawini oleh seorang pemuda pencuri baju terbangnya itu. Namun tatkala ia telah beranak seorang laki-Iaki dan baju­nya ditemukan kembali, ia terbang kembali ke angkasa. Sang suami menyu­sulnya dengan mengendarai seekor burung rajawali.
    Dongeng yang hampir serupa terdapat pula di Malagasi, Samoa, dan Peru.
    Karena langit dan bumi berhubungan, dan burni diperintah keturunan langit, akhirnya segala sesuatu dianggap pancaran langit. Raja wajib dihor­mati dan dipuja, begitu pula segala keturunannya, karena ia adalah anak langit.
    Dalam kitab Ung Fan: Tujuan langit itu Thien Tao, tujuan burni itu Tu Tao, tujuan manusia itu Jen Tao, semuanya saling memengaruhi. Contoh:
    • Menghormati yang patut dihormati itu penyebab turun hujan yang dihajati
    • Kerja hati-hati itu penyebab angin yang diperlukan
    • Kekerasan itu penyebab hujan berkepanjangan
    • Malas itu penyebab angin panas
    • Bodoh itu penyebab badai yang keras
    Jepang:
    Izanagi dan Izanarni adalah pencipta Moyang dan Poyang. Di bawahnya terdapat lebih 800 dewa, di antaranya: Tsukiyorni Dewi Bulan, Ebisu Dewi Perikanan, Uzuma Dewa Bahagia, dan Amaterasu Omikami Dewi Matahari. Cucunya bernama Ninigi no Mikoto yang berdiri di tepi langit, lalu ia turun dengan tongkat wasiatnya untuk menciptakan kepulauan Jepang. Setelah kepulauan itu tercipta, ia sampai di Pulau Kyushu membawa pedang, dan cermin. Kemudian ia menemukan tujuh putri sedang mandi dan mencuri baju terbang putri bungsu. Ia kawin dengan putri bungsu itu dan salah seorang keturunannya bemama Jimmu Tenno.
    Keturunan langit mewariskan benda wasiat: mitama Shinto, cermin de­wata di Kuil Ise, intan dewata di istana Tenno, dan sebagainya.
    China:
    Yang Ti menyuruh raksasa Pan Ku membuat bumi dan langit dengan perka­kas tukang kayu. Ketika Pan Ku mati, rambutnya menjadi pohon-pohonan, nafasnya menjadi angin, ludahnya menjadi lautan, dan matanya menjadi bulan dan matahari.
    Dunia dibentuk segi empat berlapiskan langit dan berpusat di Tsin Hsia. Di Iuar bumi terletak daerah kosong tempat hantu-hantu dan Dewi Pa, pe­ngurus kemarau. Di sebelah Timur terletak Su Hai lautan besar.
    Putra langit ialah putra Yang Ti, turun memerintah bumi dengan segaia kebijaksanaannya. Ia memersatukan unsur Yang dan unsur Yin dalam dirinya.
    Pada mulanya bumi dan langit berbentuk bulat telur. Pan Ku, mempu­nyai panjang tubuh 90.000 Ii (satu Ii sarna dengan setengah kilometer) terku­rung dalam telur tersebut. Dengan kekuatannya, Pan Ku memecahkan telur tersebut. Hasil dari pecahan telur, yang kecil menjadi langit, yang besar menjadi bumi. Karena bumi dan langit terlalu berdekatan, langit ditopang­nya dan bumi diinjaknya. Setelah sepuluh ribu tahun, langit dan bumi bersatu kembali.
    Setelah waktu yang cukup lama, Dewi Nu Wa hadir ke dunia. Dewi Nu Wa merasa sedih karena tidak ada yang menemani. Kesedihan Dewi Nu Wa semakin bertambah karena tangannya terkotori lumpur. Lumpur yang mengotori tangan Dewi Nu Wa menetes ke air menjadi kecebong.
    Dalam kondisi yang sepi, Dewi Nu Wa membuat sosok manusia. Sejak Dewi Nu Wa menciptakan manusia pada hari ketujuh bulan kesatu, hari itu dikenal sebagai hari penciptaan manusia.
    Aztec:
    Tuhan langit mengutus manusia raksasa menciptakan dunia dengan segala isinya. Semula bumi itu panas. Menjelang dingin, panas bumi yang tersisa pada api tampak pada kayu dan batu-batu. Bumi pun mencair dan mem­beku.
    Tatkala manusia akan diciptakan, bermusyawarahlah segala binatang yang dikepalai seekor singa. Binatang-binatang menolaknya, tetapi serigala kecil mengutarakan kebijaksanaannya. Manusia tercipta, lalu akhirnya pu­tera langit anak dewa matahari pun turun memerintah dengan segala ke­adilannya. Dan serigala keeil itu menjadi abdinya.
    Toraja:
    Tuhan langit menciptakan bumi, lalu ia menurunkan tujuh buah batu. Ia meletakkannya tujuh batu itu di tujuh tempat. Maka keluarlah tujuh orang putra langit dari dalam batu itu untuk memerintah bumi.
    Kaharingan:
    Sangkreang-Sangkrepeng menciptakan Itak Tungkan Ayan Kakah Tungkan Anai. Ia berupa anai-anai yang bekerja membuat langit dan bumi dalam tujuh hari. Sisa pembuatan langit dan bumi, atas permintaan Sangkreang-Sangkrepeng dijadikannya sebuah patung, patung itu diberinya nyawa dan dinamainyalah Samarikung. Samarikung dikawinkan dengan Diang Seru­nai, menurunkannya manusia, hewan, dan bintang-bintang di langit. Semula manusia itu hidup kekal, tetapi karena manusia ingin mengetahui ulat pemakan mayat, usianya menjadi pendek. Dengan usianya yang pendek itu, manusia berusaha untuk menguasai bumi dan segala isinya, tetapi hantu-hantu selalu mengganggunya. Kemudian, manusia membuat penangkal-penangkal hantu itu dan menjalankan pengorbanan.
    Sunda (cahaya):
    Sunan Bapa menciptakan alam itu tiga tingkat. Semula alam berupa buih, lalu memadat dan membeku. Yang pertama kali membeku adalah tanah Priangan. Kemudian manusia turun, hamil, dan berkembang. Manusia langit hamil pada lehemya, manusia bumi hamil pada perutnya, dan manusia bawah bumi hamil pada betisnya. Keturunan Bapa dan Ambu lalu meme­enurunkan undang-undang kerukunan hidup.



    Dari berbagai sumber :

    http://keranaz-el-miraj.blogspot.com/29/07/09 22.04